Sarolangun, Beritabicara.com – Rencana pembangunan aspal jalan lingkar jalur dua kota Sarolangun yang ada di Desa Bernai, Kecamatan Sarolangun, munuju gor Sarolangun kelurahan Aur Gading, sepertinya akan terhambat.
Pasalnya, lahan tersebut masih menjadi polemik yang sangat serius oleh ahli waris pemilik lahan jalan yang pernah di bangun oleh pemerintah Kabupaten Sarolangun, sejak tahun 2010 yang lalu.
Pasalnya pembangunan jalan yang saat ini sudah pengerasan jalan tersebut hendak dilakukan pengaspalan jalan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun pada tahun 2023 ini, namun status lahan pada jalan lingkar jalur dua ternyata ada yang masih milik masyarakat Sarolangun dan belum ada pembayaran untuk pembebasan lahan kepada pemilik lahan.
Hal tersebut diungkapkan oleh ahli waris pemilik lahan tersebut bernama Evi Firdaus (58), seorang warga RT 15 Kelurahan Aur Gading, Kecamatan Sarolangun.
Evi Firdaus bersama pihak keluarga mendatangi lokasi jalan jalur lingkar dua tersebut, Jumat (04/08/2023) sore, dalam rangka memasang spanduk pemberitahuan dengan bertuliskan “Kami menolak pekerjaan proyek pembuatan jalur dua sebelum pembayaran lahan diselesaikan”.
Kepada sejumlah awak media yang hadir saat itu, Evi Firdaus mengatakan sebenarnya polemik ini sudah terjadi sejak tahun 2010 yang lalu. Saat itu masih dalam pembukaan jalan lingkar jalur dua kota Sarolangun, dan tidak ada pembebasan lahan berupa ganti rugi kepada pemilik lahan.
“Sebenarnya dari tahun 2010, jalan ini masih jaman pak HBA, kita tidak taulah ganti ruginya gimana, yang jelas tidak ada ganti rugi kepada kita, dan pembangunan itu berjalan. Jelas ini menerobos tanpa ada konfirmasi dari pemilik tanah,” katanya.
Pria yang akrab disapa Evi burung inipun menegaskan bahwa tahun 2023 ini akan dilakukan pembangunan jalan berupa pengaspalan jalan lingkar jalur dua ini, yang ada diatas lahan pribadinya.
Maka dari itu, ia menegaskan agar dilakukan penyelesaian pembayaran lahan dulu sebelum adanya pekerjaan pembangunan jalan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sarolangun.
“Dari tahun 2010 dan sekarang mau dibangun lagi, jadi kami tidak boleh dilanjutkan. Selesaikan dulu dengan pemilik tanah baru bisa dikerjakan. Runding awalnya saya tidak pernah diajak berunding, tau-taunya tanah saya sudah di gusur, mau dibikin jalan seperti ini, dasarnya apa,” katanya.
Jika nantinya ada pihak rekanan atau kontraktor melaksanakan pekerjaan pengaspalan jalan diatas lahan miliknya tersebut sebelum ada pembayaran lahan, Evi Firdaus akan melakukan penyetopan karena tentunya hal itu merupakan tindakan penyerobotan lahan.
“Saya akan stop kontraktornya, tidak boleh di aspal, makanya tidak di aspal karena tidak berani. Kalau masih di aspal juga kita akan laporkan ke pihak berwajib sebagai tindakan penyerobotan lahan,” katanya.
Selain itu, Evi Firdaus juga menyebutkan luas lahan tanahnya yang ada di sekitaran jalan jalur lingkar dua kota Sarolangun itu sebanyak 80 tumbuk tanah atau 0,8 hektar.
Lahannya yang dibangun jalan jalur lingkar dua itu ada seluas lebih kurang 25 tumbuk atau 0,25 hektar, dengan lebar 20 meter dan panjang 80 meter.
” Yang kena hampir 25 tumbuk, lebarnya 20 panjangnya lebih kurang 80 meter. Luas lahan saya itu hampir 80 tumbuk, dan 15 tumbuk sertifikat, dan 65 sekian itu ada surat. Termasuk jalan ini sertifikatnya ada atas nama orang tua saya, harapan kita hak-hak kita ditimbulkan jangan dihilangkan, habis lah kita,” katanya.
Ia juga menjelaskan untuk proyek pembangunan jalan lingkar jalur dua tahun 2023 ini, sebelumnya pada saat perencanaan telah didatangi oleh Kadis PUPR Sarolangun, untuk meminta izin terkait pelaksanaan proyek tersebut.
Tentu ia mengizinkan dengan syarat harus ada penyelesaian lahan, namun hingga sekarang iktikad baik untuk pembayaran lahan belum juga ada dilakukan.
“Terkait proyek ini, waktu mau perencanaan ada kadis PUPR pak iden datang ke saya bagaimana bang, kalau jalan itu oke, kalau ada sesuai silahkan lah, bukan saya menghambat pembangunan, tapi sekarang sudah lelang dan kalau ini bekerja ternyata ini tidak ada tindaklanjut, diam-diam saja, nanti orang kerja, tentu saya tidak mau,” katanya.
“Asal sesuai dengan ini, ya oke tapi sampai sekarang tidak ada. Selesaikan dulu hak saya, baru lakukan pekerjaan pembangunan jalan ini. Kalau Pemda beralasan untuk pembangunan, masak orang yang bisa menikmati, kita yang dirugikan, dan jelas akan saya parit jalan ini besok bila tidak ada penyelesaian, kalau ada penyelesaian kita kooperatif dan kita tidak akan menghalangi,” kata dia menegaskan.
Reporter: Warsun Arbain
Editor: Admin