Selasa, November 11, 2025
spot_img

Klaim Keberhasilan Terlalu Dini, Publik Minta Pemkot Jambi Transparansi Data Non-Fisik Kampung Bahagia

Jambi, Beritabicara.com – Program Kampung Bahagia Pemerintah Kota Jambi, di bawah kepemimpinan Wali Kota Maulana dan Wakil Wali Kota Diza, merupakan deklarasi kebijakan publik yang ambisius.

Dengan alokasi dana stimulan Rp 100 juta per RT, inisiatif ini secara ambisius berusaha menggeser fokus pembangunan dari pendekatan top-down menjadi berbasis komunitas, menargetkan tumbuhnya “bahagia” kolektif melalui gotong royong dan kemandirian.

Namun, implementasi program yang baru mencapai 67 RT percontohan—kurang dari 5% dari total 1.650 RT di Kota Jambi—menjadi sorotan tajam. Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Dr. Noviardi Ferzi, menilai bahwa klaim keberhasilan yang disampaikan oleh Wali Kota saat ini terlalu dini dan berpotensi menimbulkan keraguan.

Baca juga:

Menangkan Peringkat Enam, ULP Kota Jambi Dinilai Keliru Dalam Proses Tender Jembatan Sari Bakti

Klaim Izin Clear Belum Tentu Sah, Stockpile dan TUKS Batu Bara Harus Tunduk Zonasi Perda RTRW Kota Jambi

Batubara Jambi : Wajah Telanjang Mafia Tambang dari IUP, Reklamasi Hingga Royalti

Bahkan pengamat ternama Jambi ini memandang strategi pilot project ini memiliki dua sisi. Meskipun berfungsi sebagai uji coba yang pragmatis untuk memvalidasi mekanisme penggunaan dana yang transparan, cakupan yang minim menimbulkan pertanyaan serius: apakah cakupan kurang dari 5% ini murni kehati-hatian, atau justru mencerminkan keraguan implisit dari kepemimpinan terhadap kapabilitas program untuk berhasil dalam skala luas?

” Walikota aja ragu sama program ini, buktinya hanya 67 RT yang berani dilaksanakan, padahal ruang fiskal pemkot lebih dari itu ? Maka, ketika ada klaim keberhasilan, maka patut diduga pemkot Jambi melakukan kebohongan publik, melaui berita pabrikasi,” kata Dr Noviardi Ferzi kepada Beritabicara.com, Senin (10/11/2025).

Fokus kritik utama Noviardi adalah pada indikator keberhasilan. Ia menegaskan bahwa narasi kesuksesan tidak boleh hanya didasarkan pada retorika antusiasme atau output fisik.

Keberhasilan sejati program ini, menurutnya, terletak pada metrik non-fisik yang terukur dan transparan, meliputi pelembagaan gotong royong, peningkatan aktivitas sosial, dan tingkat kemandirian RT dalam memelihara sarana.

​”Keberhasilan pada skala 4% tidak secara otomatis menjamin kesuksesan replikasi ke 96% sisanya,” ujarnya.

Meskipun Pemerintah Kota Jambi telah menunjukkan respons positif dengan mengevaluasi dan memperbaiki skema pendanaan (misalnya, dengan klasifikasi RT besar/kecil) untuk mengatasi ketidakadilan anggaran, data evaluasi komprehensif yang mengukur impact sosial dan kultural program secara kuantitatif belum tersedia atau dipublikasikan secara resmi.

Klaim Wali Kota mengenai tumbuhnya solidaritas dan kemandirian warga harus divalidasi dengan data terukur, bukan sekadar laporan anekdotal.

Tanpa adanya pembuktian ini, tuntutan untuk merilis data terukur mengenai outcome non-fisik dari 67 RT percontohan tetap menjadi prasyarat sebelum replikasi skala penuh dilakukan.

​Dr. Noviardi Ferzi mengakui bahwa Program Kampung Bahagia berpotensi menjadi legacy kebijakan publik yang transformatif. Untuk mewujudkan potensi ini, Pemerintah Kota Jambi dituntut untuk segera menyajikan data evaluasi yang transparan dari 67 RT percontohan, yang secara spesifik mengukur dampak sosial.

Selanjutnya, replikasi ke seluruh 1.650 RT harus dijamin dengan konsistensi alokasi dana, pengawasan yang ketat (seperti pendampingan dari Ombudsman RI), dan partisipasi masyarakat yang berkelanjutan.

Tanpa adanya pembuktian data komprehensif dari pilot project, rencana replikasi massal yang ambisius dikhawatirkan akan menjadi langkah terburu-buru yang dapat mengurangi efektivitas program di tingkat akar rumput.(*)

Editor: Admin

Berita Lainnya

Berita Terbaru